Peredaran narkoba di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Saat ini pecandu narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai 3,3 juta jiwa (1,99% dari jumlah penduduk). Narkoba yang digunakan umumnya jenis sintetis.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Gories Mere pada puncak peringatan Hari Antinarkotika Internasional 2010 di Silang Monas, Jakarta, yang dibuka Wakil Presiden Boediono, kemarin.
Menurut Gories, perkiraan pecandu narkoba itu berdasarkan survei BNN pada 2008. Dari 3,3 juta itu, 2 juta pecandu bukan pelajar/mahasiswa, sisanya 1,3 juta pelajar/mahasiswa.
"Usia pecandu berkisar 13-49 tahun. Tetapi jumlah pecandu paling banyak berusia 29 tahun atau usia produktif. Hal ini karena mereka sudah memiliki penghasilan sendiri," tegas Gories.
Meski jumlah pecandu kian bertambah, optimisme memberantas peredaran narkoba dan menyembuhkan para pecandu tetap saja ada.
Karena, kecanduan narkoba bukan tidak bisa disembuhkan. Bila sudah terjerat narkoba, langkah terbaik adalah melakukan terapi dan rehabilitasi. Saat ini ada 365 tempat rehabilitasi di 178 lokasi.
Pengungkapan kasus pada 2009-2010 menunjukkan ada peningkatan kasus amfetamin seperti sabu dan ekstasi, yakni 30%.
Sebaliknya penggunaan heroin dan kokain mengalami penurunan. Kasus heroin turun 42,5% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penanggulangan peredaran narkoba di Indonesia dipersulit karena barang bukti juga rawan dijual kembali oleh aparat. Ada kasus pegawai Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) LIPI menjual 1,9 ton bahan baku narkoba.
Ada pula jaksa dan polisi yang diduga menjual barang bukti atau menerima suap dari bandar narkoba. Belum lagi ada 490.802 pil ekstasi yang raib dalam perkara narkoba kasus Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Barang bukti senilai Rp49 miliar itu raib hingga hari ini.
Lebih dekat
Semua elemen bangsa pasti menyadari bahaya narkoba. Karena itu Wapres meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan atas meningkatnya kualitas penyalahgunaan narkoba jenis sintesis kimiawi. Pasalnya, obat-obatan terlarang jenis itu mempunyai efek merusak yang lebih berbahaya.
Penanganan penyalahgunaan narkoba tidak bisa dilaksanakan melalui penegakan hukum semata, tetapi juga perlu dukungan masyarakat, orang tua, politisi, olahragawan, hingga artis. "Saya tahu sulit menjadi anutan yang baik, tetapi menjadi anutan yang baik adalah ibadah yang mulia," ujar Wapres.
Boediono juga berpesan agar para orang tua lebih dekat secara emosional dengan putra-putri mereka. Sebab kedekatan hati dan emosi adalah benteng kukuh dalam memerangi penyalahgunaan narkoba.
Sebelumnya, Jumat (25/6), digelar malam renungan Hari Antinarkotika Internasional 2010 di kompleks Tugu Proklamasi. Terkait dengan Hari Antinarkotika Internasional, BNN menyelenggarakan Life Awards, yakni penghargaan untuk jurnalis yang terlibat dan berdedikasi terhadap kegiatan pemberantasan narkotika dan obat terlarang.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Gories Mere pada puncak peringatan Hari Antinarkotika Internasional 2010 di Silang Monas, Jakarta, yang dibuka Wakil Presiden Boediono, kemarin.
Menurut Gories, perkiraan pecandu narkoba itu berdasarkan survei BNN pada 2008. Dari 3,3 juta itu, 2 juta pecandu bukan pelajar/mahasiswa, sisanya 1,3 juta pelajar/mahasiswa.
"Usia pecandu berkisar 13-49 tahun. Tetapi jumlah pecandu paling banyak berusia 29 tahun atau usia produktif. Hal ini karena mereka sudah memiliki penghasilan sendiri," tegas Gories.
Meski jumlah pecandu kian bertambah, optimisme memberantas peredaran narkoba dan menyembuhkan para pecandu tetap saja ada.
Karena, kecanduan narkoba bukan tidak bisa disembuhkan. Bila sudah terjerat narkoba, langkah terbaik adalah melakukan terapi dan rehabilitasi. Saat ini ada 365 tempat rehabilitasi di 178 lokasi.
Pengungkapan kasus pada 2009-2010 menunjukkan ada peningkatan kasus amfetamin seperti sabu dan ekstasi, yakni 30%.
Sebaliknya penggunaan heroin dan kokain mengalami penurunan. Kasus heroin turun 42,5% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penanggulangan peredaran narkoba di Indonesia dipersulit karena barang bukti juga rawan dijual kembali oleh aparat. Ada kasus pegawai Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) LIPI menjual 1,9 ton bahan baku narkoba.
Ada pula jaksa dan polisi yang diduga menjual barang bukti atau menerima suap dari bandar narkoba. Belum lagi ada 490.802 pil ekstasi yang raib dalam perkara narkoba kasus Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Barang bukti senilai Rp49 miliar itu raib hingga hari ini.
Lebih dekat
Semua elemen bangsa pasti menyadari bahaya narkoba. Karena itu Wapres meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan atas meningkatnya kualitas penyalahgunaan narkoba jenis sintesis kimiawi. Pasalnya, obat-obatan terlarang jenis itu mempunyai efek merusak yang lebih berbahaya.
Penanganan penyalahgunaan narkoba tidak bisa dilaksanakan melalui penegakan hukum semata, tetapi juga perlu dukungan masyarakat, orang tua, politisi, olahragawan, hingga artis. "Saya tahu sulit menjadi anutan yang baik, tetapi menjadi anutan yang baik adalah ibadah yang mulia," ujar Wapres.
Boediono juga berpesan agar para orang tua lebih dekat secara emosional dengan putra-putri mereka. Sebab kedekatan hati dan emosi adalah benteng kukuh dalam memerangi penyalahgunaan narkoba.
Sebelumnya, Jumat (25/6), digelar malam renungan Hari Antinarkotika Internasional 2010 di kompleks Tugu Proklamasi. Terkait dengan Hari Antinarkotika Internasional, BNN menyelenggarakan Life Awards, yakni penghargaan untuk jurnalis yang terlibat dan berdedikasi terhadap kegiatan pemberantasan narkotika dan obat terlarang.
0 comments:
Posting Komentar